Senin, 26 Agustus 2013

Temu Nasional Revitalisasi Pembinaan dan Koperasi dan Asuransi Koperasi

Bahan ini sudah dipresentasikan pada :
Temu Nasional Strategi dan Kebijakan Pendirian Perusahaan Asuransi Berbadan Hukum Koperasi
Jakarta, 27-29 Agustus 2013

MUNGKINKAH  KOPERASI ASURANSI
(ASURANSI MIKRO) BERDIRI DI INDONESIA?

Oleh: Abat Elias

PENGANTAR
            Usaha Asuransi yang dimiliki warga Negara Indonesia masih relatif kecil, kalaupun ada hanya dimiliki oleh BUMN dan konglomerat kelas kakap yang dapat mengikuti undang-undang dan peraturan Pemerintah dalam Perasuransian. Masyarakat atau kelompok masyarakat yang tidak memiliki kemampuan khusus kemampuan dalam hal penyediaan modal, hampir tidak dapat melakukan usaha asuransi padahal hampir 80% masyarakat Indonesia tidak pernah memiliki polis asuransi sehingga mereka tidak pernah ada jaminan proteksi masa depan kehidupan mereka. Sebagian besar Asuransi Swasta kelas kakap hampir semua sahamnya dimiliki oleh pihak asing, dan masyarakat Indonesia hanya sebagai objek/pelengkap penderita dari pemilik – pemilik modal asing di Indonesia.
           Jangankan Asuransi yang mungkin menjadi kebutuhan sekunder atau tertier bagi sebagaian masyarakat Indonesia, kebutuhan pokokpun saat ini hampir dikuasai oleh pengusaha asing, misalnya; air minum yang keluar dari perut bumi Indonesia akan dikuasai oleh pemodal asing dan rakyat Indonesia harus membeli dengan harga mahal air yang diminum padahal dahulu nenek moyang kita  tidak pernah membeli air untuk minum  dan setiap orang bebas untuk mengambil dan minum dengan gratis. Jadi nenek moyang kita dahulu memiliki martabat lebih tinggi ketimbang kita (masyarakat modern Indonesia saat ini) karena kita berhasil menjual sumber alam kita untuk dikuasai oleh orang asing dan kita sebagai pelengkap penderita karena harus menerima harga air yang mereka jual ke masyarakat Indonesia dengan harga lebih mahal dari Bahan Bakar Minyak (BBM).
UUD 45 pasal 33 mengatakan dengan jelas dan gamblang; 
(1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
(2).   Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
(3).   Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
(4).   Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasarkan atas Demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi Nasional. (****)
(5).   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang (****)
            Dari bunyi pasal 33 UUD 45 maka sudah jelas dan sudah diprintahkan oleh konstitusi sistem perekonomian Negara Republik Indonesia adalah sama dengan sistem Koperasi. Jadi tidak pada tempatnya jika ada pihak yang tidak menginginkan koperasi menjadi bagian dari sistem ekonomi Nasional, bahkan pihak-pihak tersebut perlu dipertanyakan keberadaanya karena mereka sudah melanggar konstitusi yang syah di Republik Indonesia ini. Di Negara Barat saja yang kapitalistik dan Pusatnya Neolib hampir semua usaha-usaha kecil dan menengah banyak dalam bentuk koperasi, mengapa di Indonesia tidak dibolehkan atau tidak diberi peluang untuk itu? Semoga dalam workshop ini kita dapat memberikan masukan yang konkrit kepada Pemerintah yang berwewenang agar Koperasi, usaha kecil dan menengah diberi peluang yang sama untuk meraih kemakmuran bersama dan bukan kemakmuran segelintir orang yang memliki modal besar dan kemampuan teknologi yang canggih.

Koperasi Ansuransi (Asuransi mikro)?
            Jarang kita mendengar adanya koperasi Asuransi di Indonesia dan mungkin zaman dahulu sempat ada, tetapi saat ini hampir tidak ada kedengaran sepak terjang mereka. Pengalaman Koperasi asuransi dahulu  jangan menjadi ukuran untuk sekarang karena dahulu mungkin SDM sangat lemah dan sekarang jauh berbeda dengan perkembangan kondisi SDM dahulu. Sebenarnya bukan tidak ada koperasi ansuransi (Asuransi mikro), tetapi karena tidak diberikan peluang maka mereka bekerja dibawah tanah dan merayap untuk menyediakan perlindungan atau proteksi diri anggota mereka masing-masing dan tidak berani memperluas karena tidak disediakan Badan Hukum oleh Pemerintah. Hampir semua Koperasi Simpan Pinjam dan Kopdit memiliki program proteksi (Dana Perlindungan) untuk anggota-anggotanya yang merupakan bagian dari pelayanan kepada anggota. Hal seperti ini sebagian besar mereka belajar dari luar negeri bahkan dari Negara-negara Kapitalis – Neolib, mengapa di Indonesia tidak dibuka peluang seperti Negara-negara tersebut yang mendirikan Koperasi Asuransi (Asuransi mikro)? Apakah Asuransi di Indonesia hanya boleh dikelola oleh Perusahaan Terbatas (PT) saja? Apa tidak diberi peluang terhadap Koperasi, Usaha Bersama (Mutual Aid), Usaha Kecil Menengah (UKM)?
           Kalau jawabanya hanya oleh PT maka kita sudah melanggar UUD 45 pasal 33 dan perlu di sampaikan untuk uji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk mencari keadilan sehingga koperasi dan usaha-usaha kecil dan menengah dapat bersatu membentuk Koperasi Asuransi. Yang menjadi lucu di Indonesia semua standar pengawasan menjadi satu, tidak diberikan standar pengawasan sesuai dengan skala usaha dan jenis usaha. Kalau di Negara lain standar pengawasan sesuai dengan jenis dan skala usaha sehingga ada Negara yang memiliki dua tipe pasar modal, karena itu Koperasi juga bisa mendapatkan modal murah dari bursa saham yang level kedua (secondary common stock) dan banyak koperasi dan usaha kecil menengah yang ikut Go public di pasar secondary common stock. Kapan kondisi seperti ini diterapkan di Indonesia? Mudah-mudahan lebih banyak belajar dari negara-negara yang sudah maju sehingga Gap antara usaha-usaha kecil dengan konglomerat di Indonesia tidak bertambah lebar tetapi perkembangannya proporsional. Praktek-praktek yang menjalankan perlindungan terhadap anggota adalah seperti Daperma yang dikelola oleh Inkopdit untuk memproteksi kopdit primer dan anggota-anggotanya atas pinjaman (Loan Protection) dan santunan terhadap simpanan (life savings).
           Persoalan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana memperoleh legalitas (Badan Hukum) dari usaha mulia tersebut agar masih bisa melayani Kopdit primer beserta anggota-anggotanya. Agar koperasi dapat bergerak ke usaha proteksi dan perlindungan terhadap anggotanya maka diperlukan Peraturan Pemerintah khusus untuk Koperasi Asuransi (Asuransi Mikro) dimana salah satu poinnya adalah persyaratan pendirian Koperasi Asuransi (Asuransi Mikro) yang harus ada perbedaan dengan persyaratan pada PT. Asuransi biasa. Disinilah letak keberpihakan Pemerintah dengan usaha-usaha rakyat kecil diwujudkan dalam bentuk Persyaratan Koperasi Asuransi (Asuransi Mikro). Gagasan dari Kementrian koperasi sangat kami dukung sehingga Gerakan Koperasi Indonesia memiliki Koperasi Asuransi (Asuransi Mikro) untuk memproteksi atau perlindungan terhadap koperasi primer dan anggota-anggotanya serta Usaha Kecil Menengah.
           Jika gagasan ini bisa terwujud maka suatu sejarah baru yang diciptakan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menegah dalam rangka membangun dan memperkuat Gerakan koperasi Indonesia dan sekaligus menghilangkan kesan selama ini bahwa ekonomi yang dikembangkan oleh Pemerintah saat ini adalah ekonomi dengan dasar-dasar Neolibralisme. Apabila Pmerintah lewat Undang-undang Asuransi yang baru diberi peluang kepada koperasi untuk membentuk Koperasi Asuransi atau Asuransi Mikro maka Gerakan Koperasi Kredit Indonesia yang akan mengawali untuk  memproses badan hukum tentunya dengan persyaratan khusus untuk Koperasi Asuransi atau Asuransi Mikro.




PENGALAMAN INKOPDIT  DENGAN DAPERMA
            DAPERMA merupakan singkatan dari Dana Perlindungan Bersama yaitu suatu program proteksi khusus untuk anggota koperasi kredit dan koperasi kredit primer yang dibawah naungan Induk Koperasi Kredit. Program DAPERMA di mulai tahun 1977 yang dimulai dengan beberapa kopdit primer di prakarsai oleh CUNA Mutual (Usaha Bersama Credit Union Nasional Amerika). Pada Saat itu BK3I atau CUCO bekerjasama dengan CUNA dalam merintis DAPERMA dengan sistem Quota Share 80% : 20 % artinya setiap iuran dari Kopdit, CUNA akan dapat bagian 80% dan CUCO dapat 20 %. Demikian juga jika ada klaim/santunan maka 80% discover oleh CUNA dan 20% oleh CUCO. Karena ini merupakan usaha bersama (CUNA MUTUAL) dan tidak ada saham yang disetor ke Pengelola, hal ini merupakan sistim dari mutual atau usaha bersama.
           Selama 22 tahun, dari tahun 1977 keluar tahun 1999 dimana CUNA MUTUAL karena terjadi krisis moneter di Indonesia dan rupiah anjlok sampai Rp.16.000 per US$. Pada Saat itu DAPERMA sempat kuatir dan cemas karena hanya memiliki Cadangan klaim Rp.600 juta sedangkan harus menanggung 100% proteksi kalau terjadi klaim. Walaupun kondisi seperti itu kami tetap melaksanakan dan terus melakukan konsolidasi dan perbaikan-perbaikan manajemen dan produk pelayanan sehingga saat ini sudah memiliki Rp.40 milyar lebih namun proteksi semakin besar pula karena kopdit-kopdit semakin berkembang lebih besar lagi. Seandainya pelayanan DAPERMA ini memiliki Badan Hukum sendiri seperti Koperasi Asuransi atau Ansuransi Mikro mungkin produk-produknya dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kebutuhan anggota untuk koperasi-koperasi lain atau Usaha Kecil Menengah. Perkembangan secara detail dapat dilihat pada lampiran terpisah dalam bentuk excel. 
            Dengan adanya pelayanan DAPERMA kepada anggota maka anggota menjadi tertarik dan merasa aman uangnya menabung dan meminjam di Kopdit karena ada proteksi dari pelayanan DAPERMA, walaupun pengurus atau staf harus menambah pekerjaan untuk melayani anggota karena adanya pelayanan DAPERMA. Pelayanan DAPERMA merupakan “competitive advantage product” sehingga masyarakat melihat ada keunggulan yang lebih dari kopdit dibandingkan dengan koperasi lain yang sejenis. Pelayanan DAPERMA dapat dikembangkan kepada koperasi Simpan Pinjam yang lain di Indonesia sehingga masyarakat memperoleh nilai tambah dan mendapat proteksi baik simpanan maupun pinjaman jika dibandingkan dengan pelayanan lembaga keuangan yang lain. Oleh karena itu gagasan ini perlu di dukung agar terwujud namun tetap menggunakan prinsip pertama koperasi yaitu keanggotaan sukarela dan terbuka. Jadi jika mau menjadi anggota Koperasi Asuransi  bukan karena dipaksa tetapi karena adanya kebutuhan anggota dan koperasi untuk memperoleh jaminan proteksi.


KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
Kesimpulan:
Dari data jumlah koperasi di Indonesia begitu banyak dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para anggota koperasi dan melindungi  penjaman para anggota dari bencana karena kematian maka gagasan mendirikan Koperasi Asuransi atau Asuransi Mikro yang persyaratan berbeda dengan asuransi yang dikelola secara Perusahaan Terbatas harus didukung baik oleh Pemerintah secara keseluruhan maupun Gerakan Koperasi Indonesia, sehingga masyarakat kecil juga memperoleh hak yang sama untuk mendapatkan proteksi dari sistem Asuransi yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Saran-saran:
1.      Dalam merealisasikan pembentukan dan memperoleh status Badan Hukum koperasi Asuransi atau Asuransi Mikro perlu mendapat bantuan dan keringanan dalam persyaratan sehingga tidak mendapat halangan dan tantangan untuk memperoleh status Badan Hukum. Untuk mendapatkan hal tersebut perlu adanya undang-undang Koperasi Asuransi atau Asuransi Mikro sehingga masyarakat yang ekonomi kelas menengah ke bawah juga memperoleh jaminan proteksi seperti masyarakat yang mampu dan kaya.

2.      Sesuai dengan printah Konstitusi pasal 33, maka Pemerintah CQ Mentri Koperasi dan UKM berkewajiban untuk mempelopori berdirinya koperasi Asuransi atau Asuransi Mikro Indonesia sehingga tujuan masyarakat adil dan makmur benar-benar dilaksanakan dan bukan sekedar ucapan jempol belaka.

3.      Seminar ini diharapkan menghasilkan “tindak lanjut” dan rencana actual Pembentukan Koperasi Asuransi atau Asuransi Mikro Indonesia sehingga bukan lagi menghasilkan konsep yang hanya simpan di almari.

Untuk Download File Utuh, Klik 


TERIMA KASIH